Home

Donasi Login Register
Artikel
Hasnawati, S.Ag., M.Pd.
pada 6 July 2023 | Kelas Kemerdekaan

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEAGAMAAN MELALUI PROGRAM SENTER (SEKOLAH NEGERI RASA PESANTREN) DALAM MENGATASI DEKADENSI MORAL PESERTA DIDIK

Hasnawati, S.Ag. M.Pd.

Guru SMAN 4 Wajo

 

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEAGAMAAN MELALUI PROGRAM SENTER

(SEKOLAH NEGERI RASA PESANTREN) DALAM MENGATASI DEKADENSI MORAL PESERTA DIDIK

Pada era globalisasi ini, kemodernan berkembang  begitu cepat dan pesat ruang dan waktu bukan lagi jadi pembatas, namun dibalik kemajuan itu juga menimbulkan banyak problematika khususnya di dunia pendidikan. Efek dari pengaruh globalisasi  adalah salah satunya nilai-nilai yang menjadi karakter bangsa terabaikan tergilas oleh pengaruh kemodernan, khususnya nilai-nilai keagamaan yang semakin hari semakin merosok yang imbasnya bedampak pada moralitas anak bangsa. Pemberitaan dari berbagai media terdapat banyak kasus-kasus prilaku menyimpang terjadi dikalangan remaja, baik dilokasi sekolah, masyarakat bahkan di keluarga sendiri, seperti bolos masuk sekolah, merokok, tawuran antar pelajar, narkotika, minuman keras dan pergaulan bebas.

Beranjak dari kasus-kasus tersebut di atas yang mengakibatkan terjadinya dekadensi moral, sekolah sebagai tempat pendidikan  dan pendidikan merupakan elemen terpenting dalam membangun suatu bangsa harus menyusun program-program andalan sebagai langkah pembenahan dengan melirik model-model pendidikan berbasis keagamaan melalui internalisasi nilai-nilai keagamaan, dengan menghadirkan pembiasaan-pembiasaan pesantren di sekolah umum, ini diyakini mampu  mengatasi dekadensi moral peserta didik . (Hakim, 2012)

Pola pendidikan di pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan di Indonesia berlangsung cukup lama namun terus brtahan dan berkembang mengikuti perkembangan zaman,  mencetak peserta didik  yang cerdas dalam iptek dan imtak secara berbarengan, memiliki moralitas dan bermartabat. (Al-Fandi, 2012) Lembaga pesantren  sangat dipercaya para orang tua dalam mendidik anak-anaknya karena terbukti pendidikan dipesantren sangat berperan dalam mengatasi kenakalanremaja, karena nilai-nilai Islam yang diajarkan bukan hanya sebatas materi saja, namun para santri dituntut untuk mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari juga terkadang mereka dituntut mengajarkan dalam masyarakat ilmu-ilmu yang didapatkan di pesantren (Herlina, 2016) sehingga para santri dapat berfikir secara rasional sehingga dapat membedakan antara yang haq dan yang batil sehingga sulit terjerumus dalam pergaulan bebas dan kenakalan remana.

Prilaku santri yang beradab lahir dari internalisasi nilai-nilai ajaran Islam yang ditanamkan para ustadz-ustadza secara rutin, dan itu mengakar dalam adab dan prilaku santri sehingga menjadi landasan dalam berfikir, berkata dan bersikap yang dibentuk dari kebiasaan hidup, menjadi watak, tabiat, akhlak dan pada akhirnya membentuk kepribadian yang Islami . (Azhar, 2015)

Keberhasilan pesantren dalam menanamkan nilai-nilai keislaman terhadap kepribadian santri mengakibatkan para orang tua berbondong-bondong menitip anaknya kepesantren, sehingga sekolah-sekolah negari menjadi kurang diminati.  Namun diantara mereka ada juga memiliki banyak kendala diantanya faktor biaya, karena biaya oprasional pesatren tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah maka para orang tua yang dibebankan, Disamping faktor biaya yang menjadi kendala lain adalah orang tua tidak sanggup berpisah dari anaknya yang usianya masih beliah dan merasa khawatir anaknya tidak mampu mengurus dirinya sendiri serta khawatir anaka-anaknya terbengkalai pelayanandan kebutuhannya begitupun kekhawatiran-kekhawatiran lainnya yang bermunculan dalam pikiran para orang tua. 

Beranjak dari problematika di atas maka penulis menawarkan suatu solusi mengatasi dekadensi moral yang terjadi dikalangan para pelajar  disekolah-sekolah negeri  yang belum menggunakan sistem pendidikan Boarding School, namun internalisasi nilai-nilai keagamaan yang diterapkan seperti pesantrenan dapat dilakukan di sekolah-sekolah negeri melalui program SENTER (Sekolah Negeri Rasa Pesantren). Menghadirkan budaya religius disekolah-sekolah negeri, membuat pembiasaan beragama secara rutinitas, agar nilai-nilai ajaran Islam meresap ke dalam kenyakina para peserta didik yang akhirnya menjadi tabiat, watak dan membentuk kepribadian yang Islami.

Menghadirkan nuansa pesantren pada sekolah-nekolah negeri sejalan dengan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003: “pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif dan mandiri, menjadi warga yang demokratis dan bertanggung jawab”. (Depdiknas, 2003)

Tujuan pendidikan menurut undang-undang Sisdiknas tersebut mengandung makna pengembangan  karakter islamiah, yang dapat mengantar peserta didik mengenal Allah SWT dengan cara mengetahui ajaran Islam secara totallitas sehingga dapat menjalankan ajaran Islam secara kaffah, bukan hanya mengetahui Islam sebatas teori tapi mampu mengaplikasikan dan merealisasikan ajaran agama Islam, ini sejalan dengan Q.S al-Baqarah: ayat 83 :

 وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ لَا تَعْبُدُوْنَ اِلَّا اللّٰهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَّاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَۗ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْكُمْ وَاَنْتُمْ مُّعْرِضُوْنَ ٨٣

Artinya: (Ingatlah) ketika Kami mengambil kesepakatan dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Selain itu, bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah shalat, dan tunaikanlah zakat.” Akan tetapi, kamu mematikan (mengingkarinya), kecuali sebagian kecil darimu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang. (RI, 2012)

Program SENTER, dengan menginternalisasi nilai-nilai agama disekolah-sekolah umum  sejalan dengan  4 program andalan gubernur provensi Sulawesi Selatan diantaranya, literasi kitab suci, muatan lokal agama, shalat berjamaah, dan jumat berkah. Adapun bentuk-bentuk kegiatan keagamaan dalam pembiasaan  budaya religius adalah

  1. Literasi Kitab suci

Kegiatan literasi kitab suci dilaksanakan secara turin setiap hari mengawali pembelajaran  secara serentak di kelas masing-masing dipandu oleh guru mapel jam pertama. Kegiatan ini membimbing siswa agar lebih lancar membaca al-Qur’an, adapun nilai-nilai yang ditanamkan dalam kegiatan ini adalah mendekatkan peserta didik dengan al-Qur’an agar mendapatkan cahaya kehidupan.

  1. Jumat Berkah

Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari jum’at dengan cara, setiap siswa menyisihkan sebagian uang sakunya ketemannya yang diberi tugas mengedar sumbangan, kemudia hasil sumbangan dikumpulkan lalu dibagikan kembali kepada siswa yang kurang mampu. Kegiatan ini mengajarkan  siswa melakukan sifat terpuji yaitu beramal dan saling berbagi.

  1. Muatan lokal Agama.

Muatan lokal agama dikemas dalam bentuk eskul, materinya mengkhusus pada pemantapan bacaan al- Qur,an, peserta didik diklasifikasi berdasarkan kemampuan bacaan. Terdiri dari empat kelompok pembelajaran yaitu, buta huruf hijaiyah akan diberi pelajaran buku iqro’ 1, 2, 3, yang terbata-bata bacaanya diberi pelajaran iqro’ 4, 5, 6, yang sudah lancar namun tidak sesuai kaidah ilmu tajwid diberi pelajaran hukum2 tajwid dan yang sudah bagus bacaannya menghafal juz 30. Setiap kali sebulan adakan kegiatan tadabbur al-Qur’an Tujuan dari kegiatan ini adalah pemberantasan buta huruf hijaiyah dan membumikan al-Quran.

  1. Shalat Berjamaan.

Kegiatan shalat dhuhur dilaksanakan secara berjamaah di masjid sekolah oleh seluruh warga sekolah, baik siswa, pegawai, guru maupun kepala sekolah,  apabila ada siswa yang tidak ikut akan mendapat sanksi. Antara azan dan iqamat diisi kegiatan kultum yang dilaksanakan oleh siswa  secara bergiliran.

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Al-Qur’an Al-Karim.

Al-Fandi, H. (2012). Akar-akar Historis Perkembangan Pondok Pesantren . Jurnal Al-Kalam, 13, 74-90.

Azhar, W. &. (2015). Pendidikan Kader Pesantren Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Pembangunan Pendidikan, 113-125.

Depdiknas. (2003). UU RI No.20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.

Hakim, L. (2012). Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam dalam Pembentukan Sikap dan Perilaku Siswa Dasar Islam Terpadu Al-Muttakin Kota Tasikmalaya. Jurnal Pendidikan Agama Islam Ta'lim, 67-77.

Herlina, H. &. (2016). Penanggulangan Kenakalan Remaja di SM Darut Tauhid Boarding School. Jurnal Sosietas, 2.

RI, K. A. (2012). Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: P.T Sinergi Pustaka.

Nana Latifah, dkk., (2022) “Upaya Pembiasaan Budaya Religius Melalui Kegiatan  Keagamaan Di SMA Islam Al Ma’arif Singosari”, Jurnal Pendidikan Islam.

Muhammad Mushfi El Iq Bali, (2019), “Transiternalisasi Nilai-Nilai Kepesantrenan Melalui Konstrks Budaya Religius Di Sekolah”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, h. 161

Bagikan artikel ini :

(0) Komentar

Silakan login untuk dapat berkomentar!

Artikel Lainnya

Mengembangkan Potensi Murid Melalui Ekskul Seni
Memahami Pentingnya Transisi PAUD Ke SD
“Penggunaan LKPD Digital sebagai Upaya Meningkatkan motivasi Belajar Murid”
Berbagi Praktik Baik Dengan Rekan Sejawat: Sosialisasi Membuat Kesepakatan Kelas Bersama Rekan Sejawat Di SMK Negeri 13 Medan
Document