Home

Donasi Login Register
Artikel
Windhi Oktavina
pada 31 October 2023 | Kelas Kompetensi

SOSIALISASI KODE ETIK (DeTik)

Sosialisasi kode etik kali ini diadakan secara luring pada hari Minggu, 29 Mei 2022 di sekolah Islam Nurul Hikmah, Legok, provinsi Banten. Kegiatan ini diikuti oleh peserta Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN) perwakilan Tangerang dan Tangerang Selatan. Ada dua puluh peserta yang mengikuti kegiatan ini dengan narasumber ibu Anik Puspowati. Beliau adalah ketua badan kode etik KGBN. Kegiatan berlangsung dari pukul delapan pagi sampai dengan pukul dua siang.

Ibu Putri Nitami sebagai pemandu acara membuka acara sosialisasi DeTik dengan mengajak peserta menyanyikan lagu Indonesia raya dan diikuti dengan ucapan terima kasih kepada bapak Andre selaku kepala sekolah Islam Nurul Hikmah karena telah bersedia menjadi tuan rumah acara ini. Ibu Putri menyampaikan bahwa saat ini sedang dibuka kesempatan menjadi promotor (produsen produk) di pasar belajar guru nusantara (IG:@pasargurubelajar). Kegiatan dilanjutkan dengan kata sambutan dari kepala sekolah  Islam Nurul Hikmah. Beliau menyampaikan harapannya agar kegiatan pembelajaran dapat kembali ke pembelajaran luring agar tidak ada lagi murid yang freeze. Beliau sesungguhnya sudah pernah mendengar tentang KGBN saat masih di Surabaya namun belum sempat mengikuti kegiatan tersebut. Baru kali ini beliau berkesempatan turut serta. Salah satu alasan beliau mengizinkan acara ini diadakan di sekolah ini karena beliau yakin bahwa materi kode etik dapat menjadi acuan bagi para guru untuk bersikap profesional,mengingat adanya perbedaan pandangan orangtua tentang pendidikan. Kegiatan dilanjutkan dengan pemberian cinderamata. Ibu Anik secara simbolis memberikan cinderamata kepada pihak sekolah Islam Nurul Hikmah dan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Mars KGBN.

Ibu Anik memulai pemaparan materi DeTik dengan menjelaskan dasar dibuatnya kode etik ini adalah untuk memenuhi amanat organisasi, kebutuhan dalam berorganisasi, pedoman berorganisasi dan menjalankan profesi sebagai guru, refleksi guru dan melindungi martabat guru. Beliau bersyukur bahwa tidak terjadi pelanggaran kode etik berat selama ini, namun bila terjadi alur proses penegakan dimulai dari temuan berlanjut ke pelaporan ke ketua KGBN lalu dilaporkan ke badan etik. Badan etik akan meneliti data dan temuan. Identifikasi dilakukan agar mendapatkan kesimpulan apakah temuan tersebut perlu diteruskan atau tidak diteruskan. Bila diteruskan maka akan dibentuk tim ad hoc.

Kode etik guru merdeka belajar adalah kemerdekaan belajar, berpihak kepada murid, kolaborasi dengan pemangku kepentingan, dan standar pelayanan. Sedangkan kemerdekaan belajar memiliki tiga elemen yaitu komitmen, mandiri dan refleksi. Beliau mengutip perkataan ibu Itje Khodijah, praktisi pendidikan, “Guru yang beretika adalah guru yang selalu belajar”. Saat guru berpihak pada murid, guru perlu memastikan kemerdekaan belajar bagi murid dan wellbeing (kenyamanan murid saat belajar). Kolaborasi perlu dibangun dengan rekan sejawat, orangtua dan pemerintah. Kode etik menjaga data-data pribadi murid perlu dikedepankan saat guru berbagi informasi dari guru dari kelas sebelumnya ke kelas selanjutnya. Keterlibatan orangtua dalam kegiatan pembelajaran perlu terus dibangun karena murid lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Guru didorong untuk menghindari perilaku memuji diri sendiri supaya guru masih mau menerima masukan dan akan terus belajar. Hal ini merupakan perwujudan kesadaran terhadap integritas. Jujurlah terhadap kompetensi diri melalui refleksi. Bapak Rudi, ketua KGBD Tangerang, menanyakan apakah masih ada kesadaran integritas diluar tiga poin ini? Ibu Anik menjawab bahwa poin yang disebutkan merupakan poin utama saja dan masih dapat berkembang. Salah satu contoh kasus yang pernah dan masih sering terjadi dilingkungan sekolah adalah masalah pemberian hadiah dari wali murid kepada guru kelas. Kasus ini masih menjadi pro dan kontra. Pihak yang setuju menganggap adalah hal wajar menerima hadiah sebagai wujud terima kasih orangtua. Sedangkan pihak kontra menyatakan bahwa hal tersebut bisa dianggap sebagai gratifikasi. Coba rekan guru tanyakan kepada diri sendiri seberapa dekat anda mengaplikasikan prinsip-prinsip kode etik, tambah ibu Anik.

Diskusi berlanjut tentang dilema etis. Dilema artinya pertentangan dalam hati karena dua pilihan yang sulit. Dilema pertama adalah kebenaran versus kesetiaan. Dalam sebuah keadaan teman yang izin sakit karena ingin menghindar dari tugas, seorang guru mengalami dilema untuk mengatakan kebenaran kepada kepala sekolah atau berlaku setia kepada teman yang izin tersebut. Lanjut dengan individu versus masyarakat. Keadaan ini terjadi saat keputusan yang diambil bisa saja hanya memfasilitasi individu namun mengalahkan kepentingan masyarakat atau sebaliknya.Dilema etis selanjutnya adalah jangka panjang versus jangka pendek. Dilema etis ke empat adalah keadilan versus kasihan.

Kegiatan terus berlanjut dengan diskusi kelompok. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok. Setiap peserta diberikan studi kasus dan harus mengikuti sembilan langkah pengambilan keputusan. Langkah pertama saat menelaah dilema etis adalah mencari nilai yang bertentangan atau dilema yang terjadi. Dalam kasus seorang anak murid mempunyai asperger dan mengalami tantrum saat pembelajaran renang akan segera dilaksanakan, seorang guru menghadapi dilema apakah harus menunda kegiatan atau malah mengabaikan anak asperger tersebut. Langkah kedua adalah mengidentifikasi pelaku. Pelaku di kasus ini adalah murid dengan asperger dan sedang mengalami tantrum dan juga murid yang akan segera berenang. Langkah ketiga, temukan fakta yang relevan. Saat kasus ini terjadi, guru seorang diri sebagai guru kelas satu, satu murid sedang tantrum sedangkan murid lainnya menunggu di mobil dan siap berangkat renang. Tes benar salah adalah langkah selanjutnya yang harus dilakukan. Guru dapat melihat dari sisi regulasi, intuisi, tes halaman muka dan tes ibu. Langkah ke lima paradigma benar versus benar. Dalam kasus ini pilihan memahami keadaan murid dengan asperger ataupun memilih tetap menjalankan renang sesuai jadwal bisa dibenarkan. Langkah keenam adalah prinsip resolusi. Gunakan paradigma berpikir yang dianggap sesuai. Bila menggunakan paradigma care based learning maka pilihan memahami keadaan murid dengan asperger menjadi pilihan. Guru dapat mendorong murid lainnya untuk berempati dan menunggu sampai murid tersebut siap renang. Guru bisa menggunakan opsi ketiga bila memungkinkan. Langkah terakhir adalah mengambil keputusan. Setelah setiap kelompok menyampaikan pemaparan jawabannya, kegiatan dilanjutkan dengan refleksi dan penutup. Peserta merasa mendapatkan penguatan untuk menjalankan kode etik ini dan menyebarkan kepada rekan sekerja.

 

Kontributor: Windhi Oktavina

 

Bagikan artikel ini :

(0) Komentar

Silakan login untuk dapat berkomentar!

Artikel Lainnya

DIREKTUR DISKUSI MEMAHAMI DIFERENSIASI MURID MERDEKA
SIK ASIK BELAJAR BAHASA INGGRIS
Temu Pendidik Daerah Bekasi" Oleh-oleh Temu Pendidik Nusantara X"
Pendidikan Moral Harus Diterapkan Sedini Mungkin
Document